Konstruksi merupakan aktivitas yang tidak sederhana, bersifat
multidisiplin serta dipengaruhi oleh banyak kepentingan. Tak heran apabila
sengketa konstruksi rentan terjadi. Di bawah
rezim Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, mekanisme
penyelesaian sengketa konstruksi tersedia melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur
pengadilan dan di luar jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui jalur di
luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan
pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam hal terjadi
kegagalan bangunan. Serta tidak tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Jenis penyelesaian melalui jalur di luar
pengadilan yang dimaksud dalam UU Jasa Konstruksi 1999 antara lain arbitrase,
baik berupa lembaga atau ad-hoc yang bersifat nasional maupun internasional,
mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.
Sementara itu, dalam
Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, sebagai pengganti UU
Jasa Konstruksi 1999, penyelesaian sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja
Konstruksi diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam hal para pihak
yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian sengketa
ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam
Kontrak Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum dalam Kontrak Kerja
Konstruksi, para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai
tata acara penyelesaian sengketa yang akan dipilih.
Adapun tahapan-tahapan penyelesaian
sengketa sesuai UU No. 2/2017 adalah:
1. Para
pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat;
2. Apabila
musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa disesuaikan
berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
3. Apabila
penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian sengketa
ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
4. Mediasi;
5. Konsiliasi,
dan;
6. Arbitrase
7. Jika
penyelesain sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para
pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang dipilih
Mekanisme penyelesaian sengketa
konstruksi diantara para pihak lebih menekankan penyelesaian di luar jalur
pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa, dimana setidaknya terdapat beberapa keunggulan, yaitu:
Pertama, kerahasian sengketa terjaga.
Kerahasian merupakan suatu keunggulan yang dapat diperoleh ketika menggunakan
jalur di luar pengadilan. Hal ini disebabkan oleh karena proses hingga putusan
penyelesaian sengketa tidak dipublikasikan kepada publik. Keunggulan ini
tentu akan berimplikasi kepada hubungan antara para pihak yang bersengketa
tetap baik, sehingga kelangsungan pekerjaan tetap dapat dilanjutkan.
Kedua, sengketa diputus oleh pihak penengah (mediator, konsiliator, arbiter)
yang mengerti bidang konstruksi. Hal ini dikarenakan para pihak yang
bersengketa dapat bebas memilih pihak penengah yang akan memutus atau memberi
anjuran terkait sengketa yang sedang terjadi. Artinya para pihak dapat memilih
pihak penengah yang memiliki pengetahuan konstruksi. Hal ini tidak terlepas
dari sifat sengketa konstruksi bersifat teknis, sehingga pihak yang menjadi
penengah dapat memutus atau memberi anjuran secara tepat.
Ketiga, jangka waktu relatif singkat. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa memiliki keunggulan secara waktu dalam penyelesaian sengketa. Artinya,
penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara cepat daripada penyelesaian
melalui jalur pengadilan. Hal ini tentu akan berimplikasi terhadap kepastian
yang akan diterima para pihak yang bersengketa, seperti: kepastian atas
kelangsungan pekerjaan, pembayaran pekerjaan. Kondisi sesuai dengan kebutuhan
dari para pihak dimana sengketa dapat terselesaikan dengan tidak mengancam
keberlangsungan pekerjaan dan hubungan baik diantara para pihak.
https://bplawyers.co.id/2017/08/29/inilah-tahapan-penyelesaian-sengketa-konstruksi-pasca-terbitnya-undang-undang-jasa-kontruksi-nomor-2-tahun-2017/
Komentar
Posting Komentar