MAKALAH
WAYANG KULIT
Disusun oleh :
Sarah Dwikusuma Handayani (16315393)
Kelas :
1TA03
Mata Kuliah : Ilmu Sosial Dasar
Dosen : Emilianshah Banowo
Universitas Gunadarma
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas
kehadirat Allah SWT , atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menlesaikan
makalah yang berjudul "Wayang Kulit".
Dalam penulisan makalah ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Emiliansah Banowo selaku dosen pembimbing
mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan pengarahan dan dorongan
dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah
SWT memberikan balasan yang setimpal kepada pihak yang memberikan bantuan, dan
menjadikan semua bantuan menjadi ibadah, Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Dalam
penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak terdapat kekurangan, baik
dari teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.
Jakarta,
3 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KAT A PENGANTAR …………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ………………………………………… 1
1.2 Rumusan
Masalah ……………………………………… 3
1.3 Tujuan
Penulisan ………………………………………...3
1.4 Manfaat
Penulisan ……………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Wayang Kulit ………………………………… 4
2.2 Pembuatan
Wayag Kulit …………………………………. 4
2.3 Dalang Wayag
Kulit ……………………………………… 5
2.4 Nilai-nilai
Yang Terkandung Dalam Wayang Kulit ……… 5
2.5 Kesesuaian
Ajaran Wayang Dengan Nilai-nilai Pancasila … 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………… 11
3.2 Saran …………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sering kita tahu, wayang adalah
peninggalan nenek moyang yang masih ada hingga saat ini. Wayang memiliki jenis
yang banyak dan mungkin dari setiap jenisnya memiliki konsep yang berbeda-beda.
Wayang digunakan untuk menceritakan sebuah kejadian atau cerita dari sebuah
kejadian dimasa lalu atau disebut dengan lengenda.
Saat ini bangsa Indonesia sedang
mengalami krisis multidimensi yang diakibatkan oleh krisis moral. Krisis
multidimensi ini terjadi bekepanjangan karena molaritas bangsa Indonesia
sebagian besar telah rusak. Hal ini dapat terlihat dari aktifitas pelanggaran
hukum yang semakin merajalela. Krisis moral yang dialami diduga berawal dari
jatuhnya bangsa Indonesia terhadap kebudayaan yang ada serta semakin banyaknya
kebudayaan-kebudayaan asing yang kurang sesuai dengan kebudayaan asli
Indonesia. Masuknya budaya-budaya asing yang kurang sesuai ini terjadi karena
lemahnya karekter bangsa Indonesia yang mengakibatkan dengan mudahnya budaya
asing masuk ke Indonesia. Bahkan saat ini para penerus generasi bangsa
Indonesia lebih senang bila menerapkan budaya-budaya asing daripada budaya asli
Indonesia itu sendiri. Hal ini terlihat dari gaya berpakaian maupun gaya
bertigkah laku.
Kebudayaan Jawa sebagai subkultur
Kebudayaan Nasional Indonesia, telah mengakar selama bertahun-tahun menjadi
Pandangan Hidup dan Sikap Hidup orang Jawa. Sikap hidup masyarat Jawa memiliki
karakter yang menonjol yang dilandasi oleh nasiha-nasihat dari nenek moyang
secara turun temurun, hormat terhadap sesame serta berbagai macam perlambangan
dalam ungkapan Jawa, menjadi jiwa seni dan budaya Jawa. Bebagai pelambangan dan
ungkapan Jawa, merupakan cara penyampai terselubung yang bermaka”Piwulung” atau
pendidikan moral, karena adanya pertalian budi pekerti dengan kehidupan
spiritual, menjadi petunjuk jalan dan arah terhadap kehidupan yang sejati. Terkemas
hamper secara sempurna dalam seni budaya gamelan dan juga gending serta
kesenian wayang kulit yang secara perkembangannya mempunyai warna yang unik,
yaitu dari akar yang sangat kuat. Berpegang kepada kepercayaan terhadap roh
nenek moyang, kemudian bertambah maju setelah menggenal serta menggabungkan
segala bentuk kesenian dari India dan juga kesenian asli dari Jawa,
menjadikannya sempurna ditambah lagi dengan ajaran agama Islam di pulau Jawa.
Paham mistik yang berpokok “Manunggling
Kawula Gusti” (persatuan manusia dengan Tuhan) dan “Sangkan Paraning Dumadi”
(asal dan tujuan ciptaan) bersumber kepada pengalaman secara religious. Berawal
dari sanalah manusia rindu untuk bersatu dengan Tuhan, ingin menelurusi arus
kehidupan sampai ke sumber dan muaranya. Perumusan pengalaman religious Jawa
dalam sejarahnya tidak lepas dari pengaruh agama-agama besar seperti Hindu,
Budha, dan Islam. Beserta dengan mistiknya yang khas, seperti terlihat dalam
kitab-kitab Tutur, Kidung dan Suluk. Sehingga pertunjukan wayang kulit dapat
menjadi salah satu sarana untuk menunjang pendidikan kepribadian bangsa yang
akan berpengaruh kepada perbaikan moral bangsa Indonesia. Baiknya moral bangsa
Indonesia dapat menjadi solusi dalam mengtuntaskan bangsa Indonesia dari krisis
yang berkepanjangan.
Pertunjukan wayang di Indonesia kurang
disukai karena cara pengemasan pertunjukan wayang sering dianggap kurang
menarik perhatian masyarakat. Pertunjukan wayang ditayangkan mulai malam hari
hingga menjelang subuh. Hal ini yang menyebabkan pertunjukan wayang lebih
diminatai oleh sebagian kecil masyarak Indonesia. Padahal banyak terdapat
nilai-nilai luhur yang dapat dipelajari dari pertunjukan wayang. Bagi
kebanyakan anak muda,image
pertunjukan wayang bukanlah termasuk salah satu dari trend yang patut diikuti. Hal ini menyebabkan anak-anak muda saat
ini cenderung tidak memiliki ketertrikan terhadap seni pertunjukan wayang. Durasi
dari pertunjukan wayang yang terlalu lama dapat menyebabkan timbulnya rasa
bosan bagi penontonnya. Selain itu, pertunjukan wayang juga sering menggunakan
bahas daerah yang kental, sehingga hanya orang-orang tertentu yang dapat
memahami isi dari cerita pertunjukan wayang yang sedang ditontonya.
Bedasarkan berbagai keterbatasan
tersebut, maka langkah-langkah yang dapat diambil dengan mengubag pengemasan
pertunjukan wayang kulit tanpa merubah isi serta nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Kemasan yang dapat diubah ialah jam tayang pertunjukan, durasi
pertunjukan, serta bahasa penajiannya. Jam tayang pertunjukan dapat diganti
menjadi lebih awal sehingga akan lebih banyak yang menonton pertunjukan wayang.
Durasi dari pertunjukan wayang juga dapat dikurangi tanpa megurangi isi cerita
serta nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya sehingga penonton tidak akan
mudah merasa bosan selama pertunjukan wayang sedang berlangusung. Bahasa yang
digunakan dalam pertunjukan wayang juga sebaiknya menggunakn bahasa Indonesia
sehingga bukan hanya orang Jawa saja yang dapat mengerti maksud dari
pertunjukan wayang yang sedang berlangsung. Selain itu, perpaduan seni dalam
pertunjuan wayang kulit juga dapat dilakukan tanpa mengubah ajaran moral yang
dapat diambil didalamnya. Masyarakat
akan lebih senang menyaksikannya, sehingga masyarakat dapat menerima pendidikan
moral dengan senang juga.
Dengan demikian pertunjukan wayang kulit
dapat menjadi sarana untuk memberikan pendidikan moral yang menyenangkan,
karena suasananya dapat menghibur para penonton. Selain dapat memperoleh
hiburan dengan seni yang dimainkan oleh dalang dengan pertunjukan wayang kulit
serta lagu-lagu iringan yang dibawakan oeh para pesinden atau penyanyi yang
mengiringi kisah cerita dalam pewayanga, penonton juga mendapatan pendidikan
moral.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Saat ini Indonesia sedang dilanda krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Penyebab krisis multidimensi yang berkepanjangan ini adalah
moral bangsa Indonesia secara umum yang rendah. Salah satu sarana untuk
memperbaiki moral bangsa adalah dengan pertunjukan wayang kulit, karena di
dalam pertunjukan mengandung cerita-cerita yang mengajarkan falsafah kehidupan
yang baik. Moral bangsa yang baik akan menjadikan identitas bangsa Indonesia
semakin kuat.
Orang Jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup
dan beekembang hingga kini serta mampu menyentuh hati sanubari dan mengetarkan
jiwa bagi yang melihatnua, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi
yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang Jawa merupakan
simbolisme pandangan-pandangan hidup orang Jawa mengenai hal-hal kehidupan yang
tertuang dalam simbol di alur cerita yang ditampilkan.
Alasan memilih wayang kulit sebagai media penunjang kepribadian
bangsa, antara lain karena wayang adalah budaya Jawa yang menarik dan unik.
Selain itu, wayang berisi tentang
falsafah hidup sejati, artinya setiap cerita yang terkandung dalam wayang selalu
mengajarkan tentang perbuatan terpuji. Wayang mengajarkan kita untuk selalu
taat pada nilai-nilai kebenaran. Wayang juga mengajarkan kita untuk selalu
mencintai Indonesia dan selalu memacu untuk meningkatkan rasa cinta tanah air
dan bangsa.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang diperoleh melalui
penulisan ini antara lain :
·
Memberikan solusi atas
masalah degradasi moral yang dialami oleh bandsa Indonesia melalui sarana
pertunjukan wayang salah satunya yaitu pertunjukan wayang kulit.
·
Memunculkan kembali trend
pewayangan Jawa yang merupakan salah satu khasanah budaya Indonesia yang kaya
akan falsafah hidup.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diperoleh melalui penulisan ini antata lain :
·
Melatih penulis dalam
memutuskan solusi dari suatu permasalahan yang terjadi di Indonesia dengan
memanfaatkan seni dalam bentuk karya tulis.
·
Menjaga kelestarian
pertunjukan wayang kulit sebagai salah satu budaya daerah yang menopang
kebudayaan nasional yang terancam punah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni tradisioanal
Indonesia yang pertama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata ‘Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh
spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang
adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna ‘bayangan', hal ini disebabkan karena
penonton juga bisa meonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangan saja.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang
dalang yang juga betugas menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan
diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan oleh sekelompok nayaga dan tembaga
yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang menainkan tokoh-tokoh wayang kulit didalam kelir, yaitu layang yang
terbuat dari kain putih, sementara pada bagian belakangnya disorotkan lampu
listrik atau lampu minyak, sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari
layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami
cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh
wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari
naskah Mahabrata dan Ramayana, tetapi tidak dibatasi hanya dengan pakem
(standar) tersebut, dalang juga bisa memainkan lakon caragan (gubahan). Pada
beberapa cerita yang ditampilakan selain menngangkat cerita dari Mahabrata dan
Ramayana juga diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui
oleh UNESCO pada taggal 7 November 2003, sebagai salah satu karya kebudyaan
yang mengangumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan
berharga. Wayang kulit lebih terkenal di pulau Jawa bagian tengah dan timur,
sedangkan wayang golek lebih terkenal dan sering dimainkan di pulau Jawa bagian
barat.
2.2
Pembuatan
Wayang Kulit
Bahan
utama dalam pembuatan wayang kulit yaitu kulit kerbau yang sudah diproses
menjadi kulit lembaran. Ukuran kulit kerbau yang digunakan untkuk membuat satu
buah wayang kulit yaitu sekitar 50x30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat
denga peralatan yang terbuat dari besi yang berujung runcing berbahan
dasar dari baja kualitas terbaik. Besi
baja ini dbuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang
pipih, runcing, kecil, besar, dan berbagai macam bentuk serta ukuran lainnya
yang masing-masing mempunya fungsi yang bereda-beda.
Namun
pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk wayang lembaran kulit
sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilkukan pemasangan bagian-bagian
tubuh seperti tangan, pada bagian tangan terdapat dua buah sambungan, lengan
atas dan juga siku, cara menyambungkannya dengan menggunakan sekrup kecil yang
terbuat dari tanduk sapi atau kerbau. Tangkai yang fungsinya untuk menggerakan
bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat dari bahan baku tanduk
kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas
warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang
dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya lebih baik, wananya bisa
tahan lebih lama dibandngkan dengan yang bron.
2.3
Dalang
Wayang Kulit
Dalang
adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayag purwa). Dalam
terminlogi bahasa jawa, dalang (haling) berasal dari akronil ngudal Piwulang. Ngudal
artinya membongkar atau menyebar luaskan dan piwulang yang artinya ajaran,
pendidikan, ilmu, dan infornasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan
wayang kulit bukan saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi juga
menjadi tuntunan. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pendalangan, para
pendalang juga harus memiliki pengetahuan yang luas luas dan mampu memberikan
pengaruh kepada para penonton.
Dalang-dalang
wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum
Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Semarang, gaya Solo),
almahum Ki Surono (Banjanegara, gaya Banyumas), almarhum Ki Timbul Hadi
Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito ( Kulonprogo, Yogyakarta), Ki
Soeparman (gaya Yogya), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Entus Susmono, Ki Agus
Wiranto, almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur). Sedangkan untuk Peseinden yang legendaries
adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito.
2.4
Nilai-nilai
Yang Terkandung Dalam Wayang Kulit
Cerita dalam pertunjukan wayang kulit
sejatinya menampilkan ajaran moral, dimana manusia hidup diharapkan dapat
mengetahui mana yang lebih baik dan mana yang buruk. Pasan nilai-nilai etika
dalam wayang biasanya disampaikan secara tegas misalnya jangan membunuh, jangan
berdusta, jangan berkhianat, tidak boleh marah, tidak boleh munafik, dan lain
sebagainya.
Hal lain yang ditampilkan dalam
pangelaran wayang adalah soal dilema atau pilihan. Manusia hidup ternyata
selalu dihadapkan dengan pilihan. Tetapi apapun pilihanya, manusia pastinya
akan memilih, meskipun pilihan atau keputusan yang diambil tidak pernah
sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa manusia secara psikologis dan fisiologis
selalu dihadapkan dengan problema yang tidak pernah terpecahkan secara
sempurna. Kemudian manusia harus mampu berdiri di salah satu pihak, yang baik
maupun yang buruk misalnya Jamadagni harus memilih membunuh istrinya atau
membiarkan istrinya berdosa, Rama Parasu harus memilih membunuh Ibunya atau
menentang perintah Ayahnya, Harjuna Sasra harus memilih meninggalkan tahtahnya
atau mencari Nirwana, Wibisana harus memilih ikut angkara atau ikut kebenaran,
dan Sri Rama harus memilih mengorbankan rakyatnya atau mengorbankan cintanya.
Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian
bangsa memiliki arti bahwa Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia
dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesai dalam bersikap, tingkah laku, dan
perbuatan. Menurut dewan perancang nasional, yang dimaksud dengan kepribdian
bangsa Indonesia ialah : keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah
pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang
masa. Kepribadian bangsa tetap berakar dari kepribadian ndividual dalam
masyarakat yang pancasialis serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan
dengan konsep filsafat Pancasila.
Perwatakan manusia dalam segala aspek
dan manifestasinya tersimbolkan dengan sangat halus dalam penampilan
tokoh-tokoh protagonist maupun antagonis
dalam reportoir wayang sangat luas jangkauannya dan sangat dalam jajagannya.
Penonton tidak jarang mengidentifikasikan diri sesuai dengan watak tokoh wayang
yang dicocoki. Apa yang ditawarkan wayang, apabila diteliti secara kritis,
lepas dari chauvinise yang berlebih-lebihan dan pengagung-agunangan masa lalu,
akan sangat bermanfaat bagi kehidupan bangsa Indonesia, yang dalam kiprah
pembangunannya sedang mencari nilai-nilai yang dapat dipergunakan bagi pembangunan watak bangsa.
Menurut
Amir (1997), nilai-nilai yang terdapat dalam wayang, oleh sejarahnya
yang teramat panjang, merangkum nilai-nilai yang berasal dari sistem etika
purba, Hindunisme / Budhisme, Islam, aliran-alirn kepercayaan yang lainnya.
Ajaran wayang purba telah banyak mempengaruhi cara berfikir dan perilaku
masyarakat penggemarnya (Jawa).
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
maupun sebagai dasar negara/ideologi negara adalah sebuah kesadaran ; artinya
kita menyakini nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya dengan penuh kesadaran. Ini juga berarti adanya kesadaran
bahwa eksitensi kita sebagai bangsa dan negara yang sangat beragam ini adalah
sebuah potensi, jika dikelola dengan baik dengan meng- implementasikan
nilai-nilai Pancasila di berbagai bidang kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,
pendidikan, hukum, sejarah, ekonomi, industri dan sebagainya maka niscaya akan
membuat kita menjadi sebuah bangsa dan negara yang besar.
2.5
Kesesuaian
Ajaran Wayang Dengan Nilai-nilai Pancasila
Orang Jawa mempunyai jenis kesenian
tradisional yang bisa hidup dan berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati
sanubari dan menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat
komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang Jawa
merupakan simbolisme pandagan-pandangan hidup orang Jawa mengenai hal-hal
kehidupan yang tertuang dalam dialog di alur cerita yang ditampilkan.
Pertunjukan wayang menurut orang Jawa
tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model
hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara kongrit. Pada hakekatnya, seni
perwayangan mengadung konsep yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan
perbuatan dari kelompok sosial tertentu.
Konsep-konsep tersebut tersusun menjadi
nilai-niai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-cerita nilai
budaya tersebut. Baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungan, serta hubungan
manusia dengan manusia lain.
Pertunjukan wayang terutama wayang kulit
sering dikaitkan dengan upacara adat seperti ; perkawinan, akikah, pindahan
rumah, sunatan, dan lain-lain. Pertunjukan ini biasanya disajikan dalam
cerita-cerita yang memaknai hajatan dmaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan
cerita yang diambil seperti Parto Krama (Perkwinan Arjuna), akikah ditampilkan
cerita Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita Murwa Kala/Ruwatan.
Secara lahiriah, kesenian wayang
merupakan hiburan yang mengasyikan baik ditinjau dari segi wujud maupun seni
pakelirnya. Namun demikian dibalik seni pakelirnya yang tersurat ini terkandung
nilai adiluhur sebagai santapan rohani secara tersirat. Peranan seni dalam
pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi apabila dikaji secara mendalam
dapat dtelususri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan
manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam
bentuk pasemon atau perlambangan. Oleh karena itu, kemampuan seseorang dalam
melihat niai-nilai tersebut tergantung juga dari cara menghayati dan mencerna
bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam perwayangan. Dalam lakon-lakon tertentu
misalnya lakon yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabrata sebenarya
dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Peran keseian wayang
sebagai sarana penunjang pendidikan kepribadian bangsa, rasanya perlu mendapat
tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di
bumi Indonesia. Dengan adanya sifat indegenus yang dimiliki bangsa Indonesia,
maka pembauran kebuadayaan asing terjadi secara sempurna, sehingga tidak terasa
asing.
Berbicara mengenai kesenian wayang dalam hubungannya
dengan pendidikan kepribadian bangsa tidak dapat lepas dari tinjauan kesenian
wayang itu sendiri dengan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia
merupakan ciri khusus yang dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa
lain. Pancasila merupakan norma yang mengatur tingkah laku dan perikehidupan
bangsa.
Pengertian Kepribadian Bangsa adalah
suatu cirri khusus yang konsisten dari bangsa Indonesia yang dapat memberikan
identitas khusus, sehingga secara jelas dapat dibedakan dengan bangsa lain.
Rumusan Pancasila secara resmi ditetapkan dengan sah sebagai falsafah Negara
dan pandangan hidup bangsa Idonesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Jiwa Pancasila seperti yang termaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, bukanlah hal yang baru dalam dunia
perwayangan.
- Asas
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam dunia perwayangan dikenal tokoh
yang biasa disebut "Hyang Suksma Kawekas". Tokoh ini tidak pernah
diwujudkan dalam bentuk wayang, tetapi diakui sebagai Dewa yang Tertinggi.
Tokoh Dewa-Dewa yang diwujudkan dalam bentuk wayang misanya: Barata Guru,
Barata Narada, Barata Wisnu, Barata Brahma, Barata Kamajaya, dan lain
sebagainya dalam pewayangan digambarkan seperti manusia biasa. Mereka juga
dilukiskan memiliki watak serta tabiat yang banyak persamaannya dengan manusia
pada umumnya. Dalam cerita-cerita, mereka sering pula berbuat salah, bahkan
tidak jarang terpaksa meminta bantuan manusia dalam mengahadapi hal-hal
tertentu.
Kekawinan Arjunawiwaha misalnya,
merupakan contoh yang jelas. Pada saat raksasa Nirwatakawaca mengamuk di
Suralaya karena maksud meminang Dewi Supraba ditolak para Dewa. Para Dewa tidak
mampu menghadapinya. Untuk mengamankan Suralaya para Dewa meminta bantuan
bagawan Mintaraga atau bagawan Ciptaning yaitu nama Arjuna saat menjadi pertapa.
Sebagai imbalan jasa karena bagawan Ciptaning behasil membunuh raksasa
Nirwatakawaca diberi hadiah Dewi Supraba dan Pusaka Pasopati. Disini terlihat
bahwa kebenaran yang bersifat mutlak hanya dimiliki Dewa Tertinggi yait Hyang
Suksma Kawekas. Ajaran ini tidak jauh berbeda dengan ajaran yang terkandung di
dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Asas
Kemanusiaan
Jiwa yang terkandung dalam sila
Kemanusiaan, pada hakekatnya suatu ajaran untuk mengagung-agungkan norma-norma
kebenaran. Bahwasanya kebenaran adalah diatas segalanya. Meskipun kebenaran
mutlak hanya berada di tangan Tuhan Yang Maha Esa, namun untuk menjaga
kesembangan kehidupan antara manusia perlu dipupuk kesadaran tenggang rasa yang
besar.
Kebenaran yang sejatinya mempunyai sifat
universal, artinya berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun juga.
Tokoh dalam dunia perwayagan yang memiliki sifat dan watak mengabdi kebenaran
banyak jumlahnya. Sebagai contoh dapat dipetik dari Serat Ramayana dikenal
putera Alengka bernama Raden Wibisono yang mempunyai watak mencerminkan ajaran
kemanusiaan. Kisah inti dalam Serat Ramayana berkisar pada kemelut yang terjadi
diantara Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama. Tindakan Prabu Dasamuka ini
dinilai berada di luar batas kemanusiaan. Raden Wibisono sadar akan hal
tersebut, Prabu Dasamuka dianggap melanggar norma perikemanusiaan. Oleh karena
itu, Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya
sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang
dianggap berada dipihak yang salah.
- Asas
Persatuan
Dalam dunia pewayangan tokoh yang
memilih jiwa kebangsaan tinggi terlukis pada diri tokoh Kumbakarna digambarkan
dalam bentuk raksasa, namun memiliki jiwa ksatria. Sebagai adik Raja Dasamuka,
Kumbakarna memiliki sifat yang berbeda. Kumbakarna menentang tindakan Prabu
Dasamuka yang merampas Dewi Sinta isteri Rama. Sikap menentang sama dangan
sikap Raden Wibisono, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Raden Wibisono
menentang dengan aktif memihak Raden Rama, tetapi Kumbakarna tetap berpihak
kepada Alengka demi negaranya. Niatnya bukan perang membela kakaknya, tetapi
bagaimanapun juga Alengka adalah negaranya yang wajib dibela walaupun harus
mengorbanan jiwa dan raga. Oleh karena itu nama Kumbakarna tercanang sebagai
nasionalis yang sejati. Benar atau salah Alengka adalah negaranya.
- Asas
Kekayaan / Kedaulatan Rakyat
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh
punakawan yang bernama Semar. Semar adalah punakawan dari para ksatria yang
luhur budinya dan baik pekertinya. Sebagai punakawan Semar adalah abdi, tetapi
berjiwa pamong, sehingga oleh para ksatria Semar dihormati. Penampilan Semar
dalam tokoh pewayangan sangat menonjol. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari
tidak lebih dari sorang abdi, tetapi saat-saat tertentu Semar sering berpern sebagai seorang penasehat dan
penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama
manusia maupun akibat ulah para Dewa. Dalam pewayangan tokoh Semar sering
dianggap sebagai Dewa yang ngejawantah atau Dewa yang berwujud manusia. Menurut Serat Kanda dijelaskan bahwa Semar sebenarnya
adalah anak dari Syang Hyang Tunggal yang semula bernama Batara Ismaya saudara
tuan dari Batara Guru.
Semar sebagai Dewa yang berwujud manusia
mengemban tugas khusus menjaga ketentraman dunia dalam penampilannya sebagai
manusia biasa. Para ksatria utama yan berbudi luhur yang mempunyai kenyakinan
bilamana menurut nasihat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap
memiliki kedaulatan yang hadir di tengah-tengah para ksatria sebagai penegak
kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbol rakyat yang
merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria yang berkuasa.
- Asas
Keadilan Sosial
Unsur keadilan dalam dunia pewayangan
dilambangkan dalam diri tokoh Pandawa. Kelimanya digambarkan bahagia dan
menderita bersama. Tiap-tiap tokoh Pandawa mempunyai ciri watak yang berlainan
antara satu dengan yang lainnya, namun dalam segala tingkah lakunya selalu
bersatu dalam menghadapi setiap tantangan. Puntadewa yang paling tua sangat
terkenal sebagai seorang raja yang adil dan jujur, bahkan diceritakan bahwa ia
berdarah putih. Puntadewa dianggap sebagai titisan Dewa Dharma yang memiliki
watak menonjol selalu mementingkan kepentingan orang lain, berjiwa sosial
besar.
Seluruh warga Indonesia bertanggung
jawab untuk mempelajari dan mengimplementasikan pendidikan kepribadian bangsa
yang sesua dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai ajaran Pancasila yang merupakan jiwa kepribadian bangsa Indonesia
memiliki kesesuaian yang terkandung dalam cerita pewayangan, mungkin
pertunjukan wayang dapat menjadi salah satu alternatif dalam meununjang
pendidikan kepribadian bangsa.
3
Permasalahan Pertunjukan Wayang dan Alternatif Solusi
Pertunjuknan wayang di Indonesia selalu
ditayangkan malam hari sampai menjelang subuh. Faktor ini yang menyebabkan
pertunjukan wayang lebih diminati oleh
masyarakat yang telah berumur, padahal generasi muda yang akan menjadi penerus
bangsa adalah sasaran utama dalam menyampaikan nilai-nilai Pancasila. Bagi
kebanyakan anak muda, image
pertunjukan wayang bkanlah suatu trend
yang patut diikuti. Durasi pertunjukan wayang yang terlalu lama menimbulkan
kebosanan penontonnya. Selain itu pertunjukan wayang sering menggunakan bahasa
daerah halus, sehingga hanya orang-orang tertentu yang dapat emahami isi cerita
dari pertunjukan wayang.
Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka langkah-langkah yang
dapat diambil adalah dengan merubah pengemasan tanpa merubah isinya. Kemasan
yang dapat diubah antara lain jam tayang pertunjukan, durasi pertunjukan, dan
bahasa. Jam tayang pertunjukan dapat diganti menjadi lebih awal sehingga akan
lebih banyak orang yang dapat menyaksikan pertunjukannya. Durasi pertunjukan
juga dapat dikurangi tanpa mengurangi nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya,
sehingga penonton tidak akan terlalu bosan selama pertunjukan berlangsung.
Bahasa yang digunakan dalam peetunjukan sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia
sehingga bukan hanya orang Jawa yang dapat mengerti jalan ceritanya. Selain
itu, perpaduan seni dalam pertunjukan wayang kulit juga dapat dilakukan tanpa
merubah ajaran moral yang dapatdiambil didalamnya. Masyarakat akan senang
menyaksikannya, sehingga masyarakat dapat menerima pendidikan moral dengan
senang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Wayang merupakan salah satu bentuk seni gabungan antara unsure
seni rupa dengan menampilkan took wayang yang diiringi dengan gending atau
irama yang berasal dari gamelan, diwarnai dengan dialog, menyajikan tokoh lakon
dan petunjuk hidup manusia dalam falsafah. Sehingga pertunjukan wayang kulit di
daerah Jawa dapat menjadi sarana hiburan sekaligus sebagai sarana pendidikan
yang dapat memperbaiki moralitas penduduk Jawa dan bangsa Indonesia secara
umum. Perbikan moral merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mencegah bangsa Indonesia dari krisis mutidimensi yang berkepanjangan. Sehingga
pertunjukan wayang kulit dapat menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki
kondisi bangsa Indonesia saat ini. Dengan membudayakan pertunjukan wayang kulit
di Indoneia khususnya Tanah Jawa akan berdamak pada :
- Melestarian budaya Jawa sebagai
budaya daerah yang menopang kuatnya budaya nasional.
- Dapat menyaring budaya-budaya asing
yang masuk. Budaya asing yang baik dan sesuai dengan budaya kita maka kita
teria, jika tidak sesuai maka tidak kita terima.
- Melindungi generasi Indonesia
supaya tidak terkontaminasi dengan budaya yang kurang baik.
- Memperbaiki perilaku bangsa
Indonesia. Karena pertunjukan wayang selalu berisi tentang ajaran-ajaran
kehidupan yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
- Rasa cinta dan bangga terhadap
tanah air dan bangsa akan semakin meningkat pada generasi bangsa Indonesia
pada umumya, sehingga akan berdampak pada kelancaran pembanguan Indonesia
menjaadi negara yang lebih bak lagi kedepannya.
3.2
Saran
1. Durasi dari pertunukan wayang kulit
tidak terlalu lama supaya penonton tidak merasa bosan.
2. Pertunjukan wayang kulit tidak hanya
menggunakan bahasa Jawa saja tetapi juga dapat menggunakan bahasa Indonesia
supaya penonton yang bukan berasal dari Jawa dapat mengerti dan megethui alur
ceritaya.
3. Pelestarian budaya daerah memerlukan
perhatian dari pemerintah yang lebih serius untuk menyaring budaya asing yang
kurang sesuai dengan budaya Indonesai.
4. Siaran dar media-media masa sebaiknya
banyak menampilkan budaya-budaya daerah supaya kelestarinya selalu terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
http://tentangpr.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-wayang-beserta-jenis.html?m=1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit
http://www.academia.edu/9060431/PERANAN_PERTUNJUKAN_WAYANG_KULIT
Komentar
Posting Komentar